Sumber : http://usrahkeluarga.blogspot.com
Sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, maka Allah menjadikan semua urusannya lancar, hatinya kaya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan, barangsiapa dunia menjadi obsesinya, maka Allah mengacaukan semua urusannya, menjadikannya miskin dan dunia datang kepadanya sebatas yang ditakdirkan untuknya.” Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad shahih
Barangsiapa akhirat menjadi kesibukan utamanya dan obsesinya (tujuan), maka setiap hari ia ingat perjalanan hidupnya kelak, apa pun yang ia lihat di dunia pasti ia hubungkan dengan akhirat, dan akhirat selalu ia sebut di setiap pembahasannya. Ia tidak bahagia kecuali kerana akhirat, tidak sedih kecuali kerana akhirat. Tidak redha kecuali kerana akhirat. Tidak marah kecuali kerana akhirat. Tidak bergerak, kecuali kerana akhirat. Dan tidak berusaha kecuali kerana akhirat.
Siapa saja yang dapat melaksanakan arah hidupnya sebagaimana di dalam hadis di atas, ia diberi tiga kenikmatan oleh Allah SWT. Nikmat yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hambaNya. Iaitu orang-orang yang menyiapkan jiwa mereka hanya untuk ALLAH SWT dan tidak ada selain DIA yang masuk ke hati mereka, baik dalam bentuk berhala-berhala dunia, atau perhiasan, atau kebendaan mahupun pemikiran .
Nikmat tersebut adalah:
1. Seluruh urusan lancar
Allah SWT memberinya ketenteraman dan kedamaian, mengumpulkan semua ideanya, meminimakan sifat lupanya, mengharmonikan keluarganya, menambah jalinan kasih sayang antara dirinya dan pasangannya, merukunkan anak-anaknya, mendekatkan anak-anak padanya, menyatukan kaum kerabat, menjauhkan konflik dari mereka, mengumpulkan hartanya, ia tidak gundah dan bimbang memikirkan pekerjaannya atau perniagaannya yang tidak begitu lancer perjalanannya, tidak bertindak seperti orang bodoh, membuat hati manusia terarah padanya, siapapun mencintainya dan melancarkan urusan-urusan yang lain.
2. Kaya hati
Nikmat yang paling agung adalah kaya hati, sebab Rasulullah SAW bersabda dalam hadis shahih, yang ertinya;
“ Kekayaan hakiki bukan bererti harta melimpah. Tapi, kekayaan ialah kekayaan hati” (HR. Muslim)
Imam Al Nawawi berkata; maksudnya, kekayaan terpuji itu bukan banyak harta dan perabot mahupun kewangan. Telah banyak sekali orang dibuat kaya oleh Allah, namun kekayaannya yang banyak itu tidak bermanfaat baginya dan ia berterusan mengejar dan menambah kekayaannya, tanpa peduli dari mana sumbernya.
Ia seperti orang miskin, kerana begitu kuat keinginannya. Orang berselera sedemikian itu miskin selama-lamanya. Tapi, kekayaan terpuji dan ideal menurut orang-orang sempurna adalah kekayaan hati.
Di riwayat lain disebutkan kekayaan jiwa. Maksudnya, orang yang punya kekayaan jiwa merasa senang dan redha dengan setiap rezekinya, menerimanya dengan lapang dada, dan syukur dengannya, tanpa memburu dan meminta-minta sehingga melupakan Tuhannya.
Barangsiapa dijaga jiwanya dari kerakusan, maka jiwanya tenteram, barakah, mendapatkan kebersihan, kemuliaan, dan pujian. Itu semua jauh lebih hebat dibandingkan dengan kekayaan yang diterima orang yang miskin hatinya. Kekayaan membuat orang yang miskin hati terpuruk dalam hal-hal hina dan perbuatan-perbuatan murahan, kerana kecilnya obsesi yang ia miliki. Akibatnya, ia menjadi orang kerdil di mata orang, hina di jiwa mereka, dan menjadi orang paling hina di sisi Allah.
Jika seseorang punya harta yang berlimpah, namun ia tidak qana’ah (merasa cukup) dengan rezeki yang diberikan Allah SWT kepadanya, maka ia hidup terengah-engah seperti binatang buas dan menjadikan hartanya sebagai tuhan baru. Sungguh, ia orang miskin sejati, kerana orang miskin ialah orang yang selalu tidak punya harta dan senantiasa merasa memerlukannya.
Dikisahkan, seseorang berkata kepada orang zuhud, Ibrahim bin Adham, lalu berkata, “saya ingin anda menerima jubah ini dariku.” Ibrahim bin Adham berkata,”Kalau anda kaya, saya mahu menerima hadiah ini. Jika anda miskin, saya tidak mahu menerimanya.” Orang itu berkata,”saya orang kaya.”
Ibrahim bin Adham berkata,”Anda punya jubah berapa?” Orang itu menjawab,”Dua ribu jubah.” Ibrahim bin Adham berkata,”Apakah Anda ingin punya empat ribu jubah?” Orang itu menjawab, “Ya.” Ibrahim bin Adham berkata,”Kalau begitu anda miskin (kerana masih memerlukan jubah lebih banyak lagi). Saya tidak mahu menerima hadiah jubah ini darimu.”
3. Dunia datang kepadanya
Saat ia lari dari dunia, justeru dunia mengejarnya dalam keadaan tunduk. Seperti yang dikatakan Ibnu Al-Jauzi;
“Dunia itu bayangan. Jika engkau berpaling dari bayangan, maka bayangan itu mengekorimu. Jika engkau memburu bayangan, maka bayangan menghindari darimu. Orang zuhud tidak menoleh kepada bayangan malah diikuti bayangan. Sedangkan orang rakus tidak melihat bayangan setiapkali ia menoleh kepadanya.”
Sedang orang yang dunia menjadi obsesinya, ia hanya memikirkan dunia, bekerja kerananya, peduli kepadanya, tidak bahagia kecuali kerananya, tidak berteman dan memusuhi orang kerananya. Akibatnya, ia dihukum Allah dengan tiga hukuman;
- Urusannya kacau : Allah SWT mengacaukan semua urusannya. Hatinya menjadi gundah tidak tenang, fikirannya kacau, jiwanya goncang dan kalut dalam hal yang kecil, apatah lagi yang besar. Allah SWT mengacau hartanya, mengacaukan anak-anak dan pasangannya. Allah SWT membuat manusia antipati kepadanya. Tidak ada seorangpun yang mencintainya sebab Allah SWT menentukannya dibenci orang di bumi.
- Selalu miskin : Hukuman ini membuatnya selalu tidak puas, padahal memiliki harta banyak. Ia senantiasa merasa miskin. Dan itu menjadikannya lari hingga termengah-mengah di belakang harta.
- Dunia lari darinya :Ia memburu dunia namun dijauhi dan ia berlari dibelakangnya, persis seperti orang yang menyangka fatamorgana itu air. Ketika ia tiba di fatamorgana, ia tidak mendapatkan apa-apa.
Inilah yang membuat Utsman bin Affan RA berkata, “Obsesi dunia itu kegelapan di hati, sedang obsesi kepada akhirat itu cahaya di hati.”
Bagaimana karakteristik dari orang-orang yang terobsesi pada akhirat?
Kita dapat mengukur dengan membandingkannya pada diri kita. Sebelum mengenali cirinya, ada tiga kelompok yang perlu kita perhatikan:
1. Orang yang lebih sibuk dengan akhirat daripada dunia.
Mereka membuat hidupnya didominasi oleh akhirat. Dunia hanya diletakkan digenggaman tangannya bukan di hatinya. Ini adalah kelompok orang yang berjaya dengan sebenarnya.
2. Orang yang lebih sibuk dengan dunia daripada akhirat
Mereka begitu cinta dunia hingga dunia menguasainya dan membuatnya lupa total kepada akhirat dan mereka juga tidak tahu bahawa dunia itu jambatan menuju akhirat. Ini adalah kelompok orang yang celaka.
3. Orang yang sibuk dengan keduanya sekaligus.
Mereka tidak ingin masuk pada kelompok pertama atau kedua, namun ingin mendapatkan sebahagian karakteristik kelompok pertama dan sebahagian kelompok kedua. Ini adalah kelompok orang yang dalam keadaan kritikal.
Tentunya kita tidak ingin masuk ke dalam kelompok kedua dan ketiga, justeru kita perlu mengetahui karakteristik kelompok pertama iaitu orang-orang yang berjaya.
Karakteristik dari kelompok pertama antara lain:
1. Sedih kerana akhirat
Sedih kerana akhirat membuat dirinya punya perasaan takut kepada Allah Ta’ala menghisab dirinya pada Hari Kiamat, lalu ia menghisab dirinya sebelum ia dihisab kelak di akhirat.
2. Selalu mengadakan Muhasabah (evaluasi diri)
Umar bin Khattab RA berkata “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan, bersiap-siaplah menghadapi Hari Kiamat.”
3. Selalu beramal untuk akhirat
Amal soleh bukan hanya solat, puasa, membaca Al-Qur’an dan zikir, tapi amal soleh adalah apa saja yang dicintai Allah Ta’ala.
4. Terkesan pada jiwanya melihat kematian
Seorang tabi’in Ibrahim An Nakhai berkata, “Jika kami datang ke rumah orang yang meninggal atau mendengar ada orang yang meninggal dunia, hal itu membekas pada kami hingga berhari-hari, kerana kami tahu tatkala ajal datang pada orang tersebut, lalu membawanya ke syurga atau neraka”
Itulah pengingat bagi kita semua, bahawa sesungguhnya kehidupan ini adalah jalan untuk kembali kepada Allah, sekolah yang laporannya nanti akan dibentangkan di akhirat. Mari kita sama-sama mengevaluasi diri kita, selalu meluruskan niat kita hanya kepada Allah dan berdoa kepada-Nya memohon ketetapan iman di hati sampai pada hari penutup kita nanti.
“Yaa muqollibalquluub tsabbit qolbiy alaa diinika” Wahai Dzat yang membolak-balik hati, kokohkan hatiku tetap berada di atas agamamu.
Rujukan: Kitab Taujih Ruhiyah, Syeikh Abdul Hamid al- Bilali
No comments:
Post a Comment