Hot Stuff

Tuesday, February 7, 2012

:: Indahnya Kemaafan ::


Oleh : Abu Umar 


Bayangkan dua watak manusia.

Watak pertama:

Bangun dengan segala kebencian dan dendam yang menguasai  diri. Hari baru disambut dengan berbagai keluhan dan dengusan. Ia bergerak ke tempat kerja lalu terpandang teman sekerjanya yang paling dibenci sedangkan ia baru menyentuh nasi lemak untuk sarapan paginya, lalu kebencian mengusir selera makannya. Nasi yang dikunyah terasa seperti pasir. Dendam dan kemarahan menjadikan lauk pauknya kehilangan rasa. Mulut terasa hambar namun hatinya tercalar dengan berbagai perasaan yang terlalu pahit namun terpaksa ditelan.

Ia melangkah lemah keruang pejabat. Ternampak pula wajah ‘boss’ yang meluatkan hatinya. Tidak ada kebaikan yang dapat dicari pada wajah tua yang cerewet dan terlalu berkira itu. Wajahnya berkerut geram, mulutnya tidak mampu mengukirkan senyuman bahkan jiwanya disaluti kemarahan dan dengki.

Tidak ada keindahan pada hari baru yang ditempuhi setelah hari demi hari yang telah dilaluinya meninggalkan titik-titik kebencian yang menjadikan jiwanya begitu sempit dan silau memandang kehidupan. Hari-hari yang ditempuhinya terasa begitu lama dan membebankan.

Watak kedua:

Bangun pagi dengan jiwa yang lapang dan penuh pengharapan. Segala kemarahan dan kebencian telah diusirnya semalam, ketika menghela nafas keletihan sambil memejamkan matanya untuk mengumpul tenaga bagi menyambut hari baru yang menjanjikan peluang  dan kesempatan yang terbentang luas. Matanya terpejam lena sambil memaafkan segala kesilapan orang lain kepadanya. Ia tahu benar hakikat kelemahan dan kelalaian manusia bahkan ia memandang dirinya sendiri sentiasa bersalut dosa. “Insan itu tiada lain dari kelalaian”, madah hatinya bijak memujuk diri agar mudah memaafkan. Ia melangkah ke tempat kerja dengan jiwa yang lapang dan penuh kemaafan, menyuapkan sarapan dengan senyuman sambil menyapa mesra rakan dan teman.  Direnungnya wajah boss yang sudah separuh abad. “Tanpa hidayah dan pemeliharaan Allah tentu aku tidak akan lebih baik darinya, semoga kemaafanku dengan karenahnya menjadikan jiwaku lembut dan penuh kesabaran dihari tua nanti” rasa kehambaan membisikkan hikmah dan kesabaran ketika leteran bossnya menerjah telinga.

Hari baru disambutnya dengan harapan dan lapang dada. Kehidupannya terasa begitu menyegarkan. Fajar baru menyinari ufuk jiwanya lalu membiaskan warna-warna kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan.

Sungguh, kita berhak memilih hari yang kita sukai. Hiduplah dengan kemaafan, kerana kemaafan itu menghidupkan hati dan jiwa. Allah menjanjikan pengampunan bagi hambaNya yang memaafkan orang lain sedangkan pengampunan Allah itu akan membersihkan hati kita dari titik-titik hitam yang menjadikan hati kita kotor dan keras. Ya, kotor dan keras hingga kita tidak mampu menghayati indahnya kehidupan.

Sungguh, kemaafan itu adalah perhiasan jiwa hingga hidup yang sukar ini terasa ringan, perjalanan yang penuh duri dan ranjau yang menakutkan nampak begitu indah dan menenangkan. Kita boleh mengeluh kekecewaan namun ianya tidak akan mengubah apa-apa selain dari menjadikan jiwa kita semakin lemah menongkah kehidupan. Namun kemaafan akan meringankan bebanan yang kita tanggung hingga kita mampu tersenyum dalam kedukaan. Dan senyuman itulah tandanya bahawa hati kita masih hidup, masih hidup untuk menempuh kehidupan.

Kita berhak

memandang kehidupan dengan rasa kehambaan

untuk mengharap dan memaafkan

lalu tersenyum memandang kehidupan


Sungguh

hati itu taman kebahagiaan

bagi jiwa yang memaafkan


Kita juga berhak

Memandang hidup ini dengan rasa permusuhan

Lalu mengurung jiwa dalam kesempitan

membebani hidup dengan dendam dan kemarahan

lalu tersungkur kekecewaan

kerana hati itu sarang kedukaan

bagi jiwa yang penuh kebencian

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...