Ada seorang tua yg bijak. suatu pagi ia
kedatangan anak muda, langkahnya longlai, air
mukanya sedih Seperti dirundung masalah. Anak
muda itu menumpahkan segala masalahnya,
orang tua tersebut mendengarkan dengan
saksama.
Setelah tamunya selesai bercerita, Orang tua
tersebut kemudian mengambil segenggam garam
dan meminta anak muda tersebut untuk mengambil
gelas minumannya. Kemudian ditaburkannya
garam tersebut kedalam gelas dan diaduknya
perlahan. "minum dan katakan bagaimana
rasanya!" kata pak tua itu singkat. "Puih!" Anak
muda itu meludah kesamping "masin sekali
tenggorokanku" kata pemuda tadi.
Pak Tua tersenyum, lalu mengajak tamunya ke
tepi telaga. Pak tua itu kemudian menaburkan
segenggam garam ke dalam telaga dan
mengaduknya dengan sepotong tongkat. "cuba
sekarang rasakan bagaimana rasanya!" "sedap
dan segar" kata pemuda tadi. Pak tua tersenyum
sambil menepuk punggung pemuda tadi.
Kemudian pak tua tadi mengajak pemuda tadi
duduk2 di tepi telaga. "Anak Muda dengarlah!
Pahitnya kehidupan layaknya segenggam garam.
Tidak lebih & tidak kurang, jumlah dan rasanya
sama dan memang akan tetap sama" tutur Pak
tua. "Tapi kepahitan yang kita rasakan akan
sangat tergantung dari wadah yang kita miliki yaitu
hati kita. jadi, saat kamu merasakan kepahitan
dan kegagalan hidup, hanya satu yang bisa kamu
lakukan iaitu lapangkanlah dadamu menerima
semuanya. Luaskan hatimu untuk menampung
setiap kepahitan itu".
Pak Tua itu menatap si pemuda dengan
lembut. "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu
adalah tempat itu. kalbumu adalah tempat
menampung segalanya. jadi, jangan jadikan
hatimu seperti gelas. Buatlah laksana telaga yang
mampu meredam setiap kepahitan dan
mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagian.
Setelah itu keduanya berganjak pulang. hari ini
mereka sama2 belajar. pak tua ini kembali
menyimpan segenggam garam untuk yang lainnya
yang mungkin membawa keresahan jiwa
kedatangan anak muda, langkahnya longlai, air
mukanya sedih Seperti dirundung masalah. Anak
muda itu menumpahkan segala masalahnya,
orang tua tersebut mendengarkan dengan
saksama.
Setelah tamunya selesai bercerita, Orang tua
tersebut kemudian mengambil segenggam garam
dan meminta anak muda tersebut untuk mengambil
gelas minumannya. Kemudian ditaburkannya
garam tersebut kedalam gelas dan diaduknya
perlahan. "minum dan katakan bagaimana
rasanya!" kata pak tua itu singkat. "Puih!" Anak
muda itu meludah kesamping "masin sekali
tenggorokanku" kata pemuda tadi.
Pak Tua tersenyum, lalu mengajak tamunya ke
tepi telaga. Pak tua itu kemudian menaburkan
segenggam garam ke dalam telaga dan
mengaduknya dengan sepotong tongkat. "cuba
sekarang rasakan bagaimana rasanya!" "sedap
dan segar" kata pemuda tadi. Pak tua tersenyum
sambil menepuk punggung pemuda tadi.
Kemudian pak tua tadi mengajak pemuda tadi
duduk2 di tepi telaga. "Anak Muda dengarlah!
Pahitnya kehidupan layaknya segenggam garam.
Tidak lebih & tidak kurang, jumlah dan rasanya
sama dan memang akan tetap sama" tutur Pak
tua. "Tapi kepahitan yang kita rasakan akan
sangat tergantung dari wadah yang kita miliki yaitu
hati kita. jadi, saat kamu merasakan kepahitan
dan kegagalan hidup, hanya satu yang bisa kamu
lakukan iaitu lapangkanlah dadamu menerima
semuanya. Luaskan hatimu untuk menampung
setiap kepahitan itu".
Pak Tua itu menatap si pemuda dengan
lembut. "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu
adalah tempat itu. kalbumu adalah tempat
menampung segalanya. jadi, jangan jadikan
hatimu seperti gelas. Buatlah laksana telaga yang
mampu meredam setiap kepahitan dan
mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagian.
Setelah itu keduanya berganjak pulang. hari ini
mereka sama2 belajar. pak tua ini kembali
menyimpan segenggam garam untuk yang lainnya
yang mungkin membawa keresahan jiwa
Wallahualam~
No comments:
Post a Comment