Sumber : http://usrahkeluarga.blogspot.com
Ustaz Anis Matta dalam salah satu tulisnya membicarakan persoalan si lelaki menghadapi ujian getir sebagai sang suami.
Firman Allah swt:
“Dan Orang-orang berkata :”Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan:74)
Setiap selesai solat biasanya kita membacakan doa agar kita dan ahli keluarga kita diberi petunjuk dan hidayah oleh Allah swt. Mengapa, agar kita hajatkan agar pemerintah langit dan bumi dapat mengubah segenap penghuni isi rumah kita, isteri dan anak-anak, sebagai sumber kesenangan hati. Ini adalah kerana kita menyedari bahawa keluarga adalah pelabuhan jiwa kita, dan lautan dalam medan karya kita. Di lautan luas itu kita berkarya dan berkreatif. Dan ke pelabuhan itu juga kita menambatkan perahu jiwa, pada akhirnya.
Begitu cara naluri menggerakkan roda kehidupan kita sebagai lelaki dan sang suami. Sekali waktu ia mendorong kita keluar rumah untuk mencari rezeki. Setelah itu ia mengajak kita untuk kembali ke rumah. Bukan di rumah itu benar jiwa kita menetap. Tapi ditengah AURA KEWANITAAN yang menetapi rumah kita. Perempuan, kata Hamka, adalah per-empu-an: tempat bersandar jiwa kita. Pada makna menetap dan bersandar itu kata sakinah dimaknai dalam ayat ini :
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNYA ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang…”(Ar Rum:21)
Makna-makna itulah yang menjadi konteks dari do’a kita dalam suat Al Furqan, ayat 74 di atas. Dalam ayat tersebut menghubungkan dua makna:
Justeru kekuatan penciptaan manusia yang semakin berkembang dalam sesebuah keluarga seharusnya menjadi bekalan juga kepada sang suami untuk turut merasai pertambahan kekuatan dan semangat dalam menerajui kehidupan sebagai ketua keluarga. Seharusnya intitusi kekeluargaan adalah daya kuasa yang boleh mengembalikan kepenatan dan keletihan sang suami setelah berpenat lelah mencari rezeki di luar sana.
Apakah selama ini, sebagai suami kita memelihara pencetus kekuatan dan kebahagian yang ada di dalam rumah kita? Atau apakah telah berlaku sebaliknya, iaitu isi rumah kita tidak mampu menjadi pencetus kekuatan kita sebaliknya ia menjadi bebanan kepada kita sebaik sahaja kita pulang ke rumah?
Sebagai ulangan peringatan, mari kita mencari masa dan beriman sebentar dengan ayat-ayat Allah swt ini, perhatikan 2 ayat berikut dengan hati yang tawaduk, bacalah dengan nama Tuhan-Mu dan carilah hingga berhasil menemui tips dan panduan dari Allah swt, bentuk keluarga apakah yang seharusnya kita bina...
Firman Allah swt:
“Dan Orang-orang berkata :”Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan:74)
Setiap selesai solat biasanya kita membacakan doa agar kita dan ahli keluarga kita diberi petunjuk dan hidayah oleh Allah swt. Mengapa, agar kita hajatkan agar pemerintah langit dan bumi dapat mengubah segenap penghuni isi rumah kita, isteri dan anak-anak, sebagai sumber kesenangan hati. Ini adalah kerana kita menyedari bahawa keluarga adalah pelabuhan jiwa kita, dan lautan dalam medan karya kita. Di lautan luas itu kita berkarya dan berkreatif. Dan ke pelabuhan itu juga kita menambatkan perahu jiwa, pada akhirnya.
Begitu cara naluri menggerakkan roda kehidupan kita sebagai lelaki dan sang suami. Sekali waktu ia mendorong kita keluar rumah untuk mencari rezeki. Setelah itu ia mengajak kita untuk kembali ke rumah. Bukan di rumah itu benar jiwa kita menetap. Tapi ditengah AURA KEWANITAAN yang menetapi rumah kita. Perempuan, kata Hamka, adalah per-empu-an: tempat bersandar jiwa kita. Pada makna menetap dan bersandar itu kata sakinah dimaknai dalam ayat ini :
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNYA ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang…”(Ar Rum:21)
Makna-makna itulah yang menjadi konteks dari do’a kita dalam suat Al Furqan, ayat 74 di atas. Dalam ayat tersebut menghubungkan dua makna:
- Keluarga sebagai sumber kesenangan hati
- Dan harapan untuk menjadi pemimpin bagi orang-orang bertakwa.
Justeru kekuatan penciptaan manusia yang semakin berkembang dalam sesebuah keluarga seharusnya menjadi bekalan juga kepada sang suami untuk turut merasai pertambahan kekuatan dan semangat dalam menerajui kehidupan sebagai ketua keluarga. Seharusnya intitusi kekeluargaan adalah daya kuasa yang boleh mengembalikan kepenatan dan keletihan sang suami setelah berpenat lelah mencari rezeki di luar sana.
Apakah selama ini, sebagai suami kita memelihara pencetus kekuatan dan kebahagian yang ada di dalam rumah kita? Atau apakah telah berlaku sebaliknya, iaitu isi rumah kita tidak mampu menjadi pencetus kekuatan kita sebaliknya ia menjadi bebanan kepada kita sebaik sahaja kita pulang ke rumah?
Sebagai ulangan peringatan, mari kita mencari masa dan beriman sebentar dengan ayat-ayat Allah swt ini, perhatikan 2 ayat berikut dengan hati yang tawaduk, bacalah dengan nama Tuhan-Mu dan carilah hingga berhasil menemui tips dan panduan dari Allah swt, bentuk keluarga apakah yang seharusnya kita bina...
Firman Allah swt:
“Dan Orang-orang berkata :”Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan:74)
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNYA ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang…”(Ar Rum:21)
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNYA ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang…”(Ar Rum:21)
No comments:
Post a Comment